Sekarang Hirota selalu menungguku di lobi kampus sebelum mata kuliah
dimulai. Memang kami selalu bersama, tapi kali ini dia selalu datang sebelum
aku. Aku juga masih takut dengan kejadian beberapa hari lalu saat aku
menumpahkan jus pada Tarou. Aku takut kalau Tarou masih marah padaku karena
setelah aku menumpahkan jus padanya, Hirota menambahkannya dengan sebotol air
mineral. Selama di kelas Tarou hanya diam, mungkin dia agak segan pada Hirota.
Semua orang selalu melihat Hirota sebagai anak yang tak banyak bicara, dewasa
dan mengerti banyak hal. Karena itu setelah kejadian Hirota dan Tarou,
sepertinya mereka mulai mengenal siapa Hirota. Akupun baru menyadari kalau banyak
hal yang belum aku tahu dari Hirota.
“Tatsuto, kau sudah mengerjakan tugas?” Hirota menyapaku.
“Yah, aku sudah mengerjakannya, walaupun banyak yang tak ku pahami...”
“Yang penting berusaha. Ke kantin dulu yuk...”
Hirota mengatakannya dengan tenang. Padahal aku jadi sedikit trauma dengan
kantin. Rasanya seluruh mahasiswa dan dosen mengetahui apa yang aku lakukan
disana. Bahkan katanya ada kakak kelas yang juga ingin menyiramkan jus pada temannya setelah tahu ada yang berani melakukannya, aku.
“Sampai bertemu besok! Kalau tidak hujan, nanti malam aku akan mampir ke
kos untuk memberimu lagu-lagu yang kau minta.” Hirota menghilang dalam gerimis
bersama sepeda motor kesayangannya setelah mengantarku pulang ke kos. Jadi hari
ini berjalan tanpa terjadi apa-apa. Dengan Tarou maksudku. Tapi aku tak yakin
dengan esok.
Pagi-pagi Hirota mengirim sms padaku bahwa ia tak masuk kuliah hari ini.
Aku sudah menduganya karena walaupun dia bilang akan ke kos kalau tidak hujan,
tetap saja dia ke kos saat hujan sangat deras.
“Ternyata kau bisa sakit juga yah. Baiklah cepat sehat, aku akan menjenguk
sepulang kuliah...” Balasku.
Aku pergi ke kampus dengan perasaan enteng karena sudah tak begitu
memikirkan Tarou.
----------------------------------
“Tatsuto! Hari ini kau tak bersama Hirota. Biasanya kalian selalu bersama”
Masaki, salah satu teman sekelasku menyapa.
“Masaki, kamu potong poni yah? Hirota sakit jadi dia ngga datang.”
“Iya, manis ngga poniku? Hha... Kalian seperti sepasang kekasih,
kemana-mana selalu berdua.”
“Kami masih laki-laki normal kok, hhaha... Hirota semalam mengantarkan file
padaku saat hujan, sekarang dia demam.”
“Kamu sangat menyukai Hirota ya? Kejadian kemarin itu...”
“Iya, dia teman pertamaku disini. Dia sangat baik padaku dan selalu
mengajariku banyak hal. Kemarin juga aku berusaha membelanya, walaupun justru
menambahkan masalah buatnya.”
“Apa kalian ngga punya obrolan lain selain Hirota?” Suara yang membuatku
gemetar. Itu Tarou, dia masuk kelas dan langsung meletakkan tas di bangku depan.
Tarou bukan anak nakal, dia pandai walaupun sangat cuek. Tapi aku tak tak tahu
kenapa dia membicarakan hal seperti itu tentangku dan Hirota. Aku ngga pernah
berani bertanya.
“Kamu ngga boleh bicara seperti itu. Tarou bodoh!” Masaki memarahi Tarou
dan keluar begitu saja. Masaki memang akrab dengan Tarou, jadi dia sedikit
kesal dengan sikap Tarou kemarin.
“Apa... kamu sangat... membenciku dan Hirota?” Aku tak tahu dari mana
keberanian itu muncul sehingga aku bisa mengatakannya, walaupun terbata-bata.
Tarou yang duduk sambil memainkan poselnya memandangku.
“Aku tak punya alasan untuk membenci kalian. Aku hanya tak suka.”
Aku diam karena tak mengerti kata-kata itu. Aku memang tak begitu mengenal
Tarou, tapi kami pernah ada dalam satu kelompok. Kupikir dia anak yang cukup
menyenangkan dan baik. Entah kenapa sekarang dia bersikap seperti tak
menganggapku dan Hirota.
Sepulang kuliah, Masaki menyapaku lagi.
“Tatsuto, aku mau bicara. Kamu dari Bekasi kan?”
“Iya benar, ada apa”
“Nama SD-mu disana?”
“Eh, kenapa kamu bertanya hal itu? Itu sudah lama sekali... SD Wanasari 09.
Kenapa?”
“Ngga. Aku ingat sesuatu. Beberapa waktu terakhir Tarou bersikap aneh. Aku
adalah teman akrabnya dari SMP dan SMA, bahkan kuliah pun aku ingin satu jurusan
dengannya. Selama tiga semester ini aku tak pernah memperhatikan, tapi setelah
kejadian kemarin aku jadi menyelidiki sesuatu. Aku ingat saat SMP dan SMA dia
selalu bercerita bahwa dia ingin bertemu sahabatnya waktu SD. Kamu dan Tarou satu
SD. Sangat kebetulan.”
“Benarkah?”
“Aku juga terkejut. Aku hanya ingin memastikan kenapa Tarou jadi aneh.
Karena aku mengenalnya. Dia bukan tipe orang yang suka mencampuri urusan orang
lain apalagi sampai membicarakan di belakang...”
“Aku akan berusaha mengingatnya. Terima kasih sudah menyampaikannya.”
---------------------------------
Aku
diam di kampus dan berpikir. Teman SD. Aku tak ingat pernah... Saat kelas 5 aku
ikut orang tuaku pindah dari Bekasi karena urusan pekerjaan mereka. Dan aku
masih kecil, aku tak pernah menghubungi teman-teman SD-ku lagi. Tunggu dulu,
Tarou. Tarou? Saat menyebut namanya, Tarou lewat di depanku. Aku merasa ada
sesuatu antara aku dan Tarou. Lalu aku sangat terkejut...
“Tiara!!!!” Aku menyebutnya begitu saja. Tapi Tarou menhentikan langkahnya.
Dia juga sama terkejutnya denganku. Lalu menatapku.
“Sekarang kamu ingat.” Dia tersenyum tajam.
“Kamu Tiara?”
“Aku Tarou, itu hanya nama panggilan karena aku terlihat manis seperti anak
perempuan waktu kecil...”
“Waktu SD tepatnya...” Aku menelan ludah dan menatap Tarou, “Kenapa, kamu
ngga pernah bilang?”
“Untuk ukuran persahabatan, kupikir kamu bisa merasakan kehadiranku di
kelas yang sama. Walaupun tak bertemu bertahun-tahun. Walaupun tak
berkomunikasi.”
“Tapi kenapa kamu terlihat membenciku?”
“Aku ngga bilang benci.”
“..dan Hirota... Kamu... kamu ingin berada di posisi Hirota?” Mataku
berkaca-kaca.
“Apa maksudmu? Aku ngga ngerti!!”
“Kamu... ternyata selama ini kamu ngga pernah lupa padaku. Pada
persahabatan kita waktu kecil. Dan kita bertemu saat aku sudah bersahabat
dengan Hirota. Kami akrab. Dan kamu merasa aku ngga pernah memedulikanmu. Kamu
ingin kita bersahabat lagi...” Air mataku jatuh begitu saja kalau mengingatnya.
Semua kenangan dari kepolosan masa kecil. Kami begitu dekat dan saling mengenal
dulu. Kami berjanji akan tumbuh dewasa bersama. Tapi aku pindah dan pergi
meninggalkannya. Bukan hanya meninggalkannya di tempat itu, tapi juga bersama
semua kenangan, dan Tarou selalu mengingatnya selama ini.
“Kamu bicara hal yang tidak masuk akal!” Tarou terlihat marah dan pergi
begitu saja. Tapi aku tahu perasaannya yang sakit itu. Dalam kemarahannya ada
perasaan lega bahwa aku sudah mengingatnya lagi. Sahabat pertamaku.
Aku tiba di rumah Hirota dan langsung memeluknya. Aku basah dengan air
hujan dan kesedihan. Mengetahui betapa aku yang bodoh dan selalu berpikir Tarou
membenciku padahal akulah yang ngga pernah mengerti perasaannya. Hirota hanya
mengelusku dengan tangan besarnya yang hangat. Malam itu aku menginap dan
bercerita banyak hal. Tentang sahabatku kepada sahabatku...