Aku tidak pernah begitu memedulikan sekitarku. Bukan cuek atau egois, saat
ada yang butuh tentu aku akan bantu. Tapi aku tak begitu memikirkan opini-opini
orang lain tentang diriku. Selama ini aku selalu percaya diri dengan apa yang
aku miliki, walaupun tidak banyak. Nilai akademisku termasuk diatas rata-rata,
tapi dalam organisasi mungkin aku terlihat lebih bisa diandalkan. Itulah aku,
dan aku tidak tahu kenapa bisa terikat dengan anak ini. Namanya Tatsuto. Pertama
kali melihatnya kebingungan seperti anak kucing yang tercebur di selokan, basah
dan butuh tangan manusia yang mengangkatnya. Hha, kalau membayangkan itu aku
merasa lucu.
“Kenapa senyum-senyum sendiri?” Mata Tatsuto yang besar muncul dihadapanku
dengan pertanyaan polosnya.
“Ah, tidak, aku hanya melamun... Sudah selesai mengembalikan bukunya?”
“Iya, aku lega sekali dendanya ternyata tidak besar. Aku panik karena lupa
mengembalikan buku ini sudah dua minggu lamanya...”
“Yasudah ayo kita makan sekarang, jam 2 kita ada kelas Speaking dan aku
tidak mau telat dengan dosen itu...”
Kami menelusuri jalan kecil di belakang kelas-kelas yang ada di kampus
kami, menuju kantin. Kantin-kantin mungil yang tertata rapi. Diujung kantin ada
kumpulan bunga matahari tinggi besar yang selalu enak dipandang. Aku dan
Tatsuto, selama tiga semester ini selalu makan di kantin paling ujung. Untuk makan
sambil melihat bunga-bunga berkepala besar itu. Mereka sangat lucu saat tertiup
angin, seperti sedang menggoyangkan kepalanya. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan
suara benda yang pecah. Aku menoleh ke sumber suara.
“Tatsuto!” Aku reflek memanggilnya dan melihat sebuah tangan besar
merenggut kerah kemeja Tatsuto. Tangan itu milik Tarou, anak kelasku yang
sekarang berdiri dihadapan Tatsuto dengan wajah merah padam karena marah. Aku
langsung lari ke arah Tatsuto begitu tahu Tarou akan melayangkan tinjunya ke
wajah Tatsuto yang putih pucat itu.
“Tunggu! Apa yang kau lakukan Tarou? Kenapa kau mau memukul Tatsuto?” Aku
melepaskan tangan Tarou dari Tatsuto yang langsung bersembunyi di belakangku.
Aku menatap Tarou tajam saat Tatsuto meremas-remas kaus belakangku sambil
gemetaran.
“Tanyakan padanya yang menumpahkan jus padaku!” Tarou mengibaskan tangannya
mencoba mengeringkan jus jeruk yang membasahi bajunya.
“Tatsuto melakukannya dengan tidak sengaja jadi kau tak perlu marah...”
balasku.
“Oyah? Tau darimana kalau dia tidak sengaja?!!”
Aku berbalik ke arah Tatsuto dan melihat matanya. Gerakan sekecil apapun
akan membuatku tau apakah Tatsuto berbohong atau tidak, karena dia tipe yang
bodoh untuk bisa berbohong.
“Benarkah kamu sengaja melakukannya?” tanyaku pelan.
Tatsuto tak berkata apa-apa. Aku tahu jawabannya.
“Tarou maafkan dia, aku...”
“Sudahlah, aku malas mengurusi kalian! Jangan muncul didepanku lagi!!”
Tarou langsung pergi begitu saja. ‘Tapi kan kita sekelas, bagaimana mungkin
kami tidak muncul -___-‘ pikirku.
Aku langsung duduk di kantin ujung. Tatsuto mengikutiku duduk didepanku,
dia menunduk, tahu kalau aku marah padanya.
“Kenapa kamu begitu bodoh sampai menumpahkan jus kepada Tarou? Itu tidak
sopan kan? Apa kamu punya masalah dengannya?! Selesaikanlah baik-baik!” Tanpa
sadar aku bicara dengan nada tinggi. Tatsuto sangat takut. Kantin terasa sangat
sepi. Tapi aku harus mengajarinya agar tidak melakukan itu lagi. Aku tidak tahu
sejak kapan aku bersikap seperti kakak, ayah, pelindung, atau apapun itu buat
Tatsuto. Aku meninggalkan Tatsuto sendiri disana dan menuju kelas.
Kelas pun berjalan sangat sunyi. Aku tak bicara apapun di kelas yang
mengharuskanku untuk berdebat itu. Tatsuto tak juga masuk kelas, aku sedikit
menyesal karena terlalu keras padanya. Sampai sebuah kertas kecil yang terlipat
ditujukan padaku.
“Dari Tatsuto, dia di luar jendela..” kata temanku yang duduk di bangku
belakangku.
Aku membuka kertas itu. Seperti sobekan dari kertas binder, tapi terlihat
rapi. Ada pesan di dalamnya.
“Maaf aku membuat Hirota kesal. Aku memang tak pandai bicara untuk
menjelaskannya, bahkan untuk membela temanku sendiri. Aku menumpahkan jus pada
Tarou karena aku kesal saat dia membicarakanmu dibelakangmu. Aku mendengarnya
memanggilmu merpati bodoh dan aku kucing lemah. Aku memang lemah, tapi Hirota
tidak bodoh...“ Pesan itu diakhiri dengan gambar mungil wajahku dan Tatsuto
yang sedang menadang bunga matahari. Dia memang pandai menggambar.
Aku diam sejenak. Berpikir kenapa aku tak percaya pada Tatsuto. Tentu saja
inilah Tatsuto yang aku kenal. Dia yang penakut dan selalu bingung. Aku tertawa
kecil, berdiri sambil membuka tutup botol air mineral yang aku bawa ke kelas. Aku
berjalan ke depan kelas sambil meneguknya sedikit. Saat melewati bangku Tarou yang
ada di depan, aku menyegarkan kepalanya sedikit dengan air itu sehingga bajunya
yang belum kering karena jus terlihat semakin basah. Dia dan seisi kelas
tersentak kaget.
“Kamu tidak punya hak untuk bilang kalau Tatsuto lemah.” Lalu aku berjalan
keluar kelas dan dosen yang sudah sesepuh itu tak pernah menyadari tindakanku.
Aku melihat ke arah jendela dan Tatsuto sedang berpegangan pada daun jendela
sambil memandangku.
“Tontonan yang menarik bukan? Ayo kita beli jus jeruk lagi..” Ajakku.
“Iyaaa..” Tatsuto akhirnya berani tersenyum, “Ah! Tapi aku harus mengganti
gelas jus yang aku jatuhkan -____-“
Pengalaman bersahabat dengan tatsuto yang akan terus kujaga sampai kami lulus...
Pengalaman bersahabat dengan tatsuto yang akan terus kujaga sampai kami lulus...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar