Tatsuto melangkahkan kakinya lebih panjang dari pada yang biasa ia jangkau.
Mengumpulkan keberanian lebih dari pada yang biasa ia usahakan. Mengumpulkan
perasaan-perasaan yang selama ini ia pendam. Bahwa ia membutuhkan Hirota lebih
dari pada semua perkataan dan pikiran egoisnya.
“Hirota!” Tatsuto terengah-engah. Hirota menghentikan langkahnya namun
tetap tak menoleh pada Tatsuto yang berjarak 5 meter dibelakangnya. “Aku tak
pandai bicara. Semua yang kukatakan pasti salah. Apa yang aku ungkapkan tak
selalu sesuai dengan apa yang kumaksudkan. Tapi karena kamu, maka aku
mengatakannya. Maaf...”
Hirota hanya memandang ke bawah, lalu ke langit senja di sampingnya.
Matahari sudah mulai terbenam ternyata. Warna jingga menyelimuti kesunyian
mereka.
“Tatsuto, kamu sudah melewati hidup
dengan segala keberuntunganmu. Kamu memiliki keluarga yang baik. Kamu tak
pernah kekurangan saat harus membeli buku atau pulsa atau berbelanja. Kamu tak
perlu khawatir untuk makan atau bersenang-senang. Tak perlu takut ketinggalan
acara tv luar negeri dengan fasilitas tv kabel di kamarmu, di kamar kosanmu
yang terletak di perumahan mewah. Tak perlu repot-repot mencuci dengan cukupnya
uang londri. Tak perlu bingung memilih dengan semua yang kamu miliki dengan
baik.”
Kali ini Tatsuto yang diam saat mendengar itu semua, ia tak tahu kalau
Hirota memiliki perasaan semacam itu.
“Apakah aku, dengan segala ketidakberuntunganku yang seperti kamu miliki,
kali ini aku juga tidak boleh mendahuluimu sekali saja?” Perkataan Hirota
seperti petir yang memecahkan gendang telinga Tatsuto. Matanya memerah. Ada
selaput bening yang ingin menetes jatuh. Tatsuto merasa bersalah, melontarkan
begitu saja hal yang ia anggap tak adil. Tatsuto menangkap perkataan Hirota. Tuhan bukan manusia dengan segala
pikiran ceteknya. Tuhan pasti tahu kapan Tatsuto bahagia dan bagaimana Hirota
akan mendapat kebahagiaannya.
“Iya... aku minta maaf...” Tatsuto hanya menunduk tanpa menatap apa-apa.
Dia bingung harus melihat kemana. Kemudian ada tangan lembut yang mendarat di
rambut halusnya. Seperti majikan yang mengelus-elus kucing kesayangannya. Itu
tangan Haruto yang besar dan hangat.
“Kita sudah lama bersahabat, tapi tetap ada hal-hal yang belum dengan jujur
kita ungkapkan... Maaf kalau aku mengatakan hal yang membuatmu sedih...”
“Ngga, aku yang salah... Daripada menyalahkanmu karena hal yang tidak masuk
akal begitu, mungkin sebenarnya aku hanya takut kamu meninggalkanku...”
Tatsuto dan Hirota kembali ke pohon besar, disana sampai semua masalah hati
terpecahkan. Seperti biasa, Hirota-lah yang selalu menjaga Tatsuto dan Tatsuto
selalu menuruti Hirota. Itulah sistem persahabatan yang membuat mereka
bertahan.
“Terima kasih kamu ngga membenciku..!” Tatsuto lalu memeluk Hirota.
“Jangan peluk-peluk!!! Nanti orang curiga aku gay..!”
Ayo bikin part part selanjutnya lipH, aku tunggu yah. Banyak yang masih bisa digali koh. Misal, pas mereka dikelas, dirumah Tatsuko atau Hirota. Kemudian munculin karekter antagonis yang mungkin pengin ngancurin persahabatan mereka. Issue tentang gay juga bisa diangkat koh, semangat.
BalasHapusastagaaa,,,hhihi, nyampe ke gay,, olip pengen bikin cerita yang cowo sahabatan sama cowo tuh dekeeeet banget yg bikin orang ngirain mereka gay, padahal itu hubungan dekat yang unyu-unyu :p hhaha
BalasHapusthx for the suggestion >,< i will try